Opini

Aktifis 98’, Kalian Kemana Aja?

Oleh: Abdul Ghopur

Genap 27 tahun sudah Reformasi Mei 98’ bergulir dan berlalu, nyatanya belum juga menghasilkan perubahan signifikan terhadap “Reformasi Birokrasi” yang muaranya pada kesejahteraan rakyat luas. Perilaku para birokrat tetap saja belum berubah. Mental mereka masih tetap saja sama, yakni minta dilayani bukan melayani, alias korup! Survei yang dilakukan Bank Dunia menyebutkan bahwa sebagian besar pejabat publik baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif hasil Pemilu 2004, 2009, 2014, 2019 dan 2024 baik di pusat maupun di beberapa daerah Indonesia, itu tidak memahami persis apa tugas dan tanggungjawab mereka sebagai pejabat atau birokrat (pelayan publik).

Padahal, jalan menuju dan untuk mewujudkan era reformasi sekarang ini tidak mudah. Banyak liku dan aral melintang menuju era keterbukaan dan “kemerdekaan” yang diimpikan dan dicita-citakan banyak elemen bangsa termasuk para aktifis di tahun-tahun menuju 1998. Banyak darah tunas-tunas muda bangsa tak berdosa yang tertumpah-gugur di era gerakan Mei 98’, gerakan menumbangkan rezim Soeharto dan kroni-kroni Orde Baru (Orba)nya yang sarat Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) adalah salah satunya.

Mereka yang muda, heroik, idealis sekaligus polos, rela berkorban jiwa dan raga, gugur dalam medan “juang.” Mereka tidak tahu setelah era perjuangan itu akan dapat apa? Hanya satu yang mereka tahu, rezim otoritarianisme yang tiran dan korup, tumbang dan berganti dengan era yang kita semua nikmati hari ini.

Kita tentu patut bersyukur, hasil dari perjuangan gerakan mahasiswa bersama-sama rakyat telah membawa kita pada alam demokrasi. Dimana semua tata kenegaraan Indonesia berjalan sesuai kaidah-kaidah yang seharusnya (setidaknya di awal dan 10 tahun pertama reformasi). Dari 6 (enam) tuntutan atau agenda reformasi (Adili Soeharto dan kroni-kroninya, laksanakan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, hapuskan dwi fungsi ABRI, pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya, penegakan supremasi hukum, menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN) semua telah dijalankan secara tertatih-tatih.

Namun sayang, keenam agenda dan tuntutan reformasi itu masih setengah hati kita jalankan. Mengapa dan apa buktinya? Penulis (pribadi) berpendapat bahwa: 1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya, belum dan bahkan tidak terwujud sama sekali. Apa buktinya? Kasus KKN mantan presiden RI ke dua itu (sampai beliau mangkat) belum ada putusan (inkracht) di pengadilan. Apakah ia bersalah atau tidak? Bahkan sekaang mau diangkat dan didorong oleh kroni-kroninya sebagai Pahlawan Nasional! Lalu sebagian kroni-kroni Soeharto kini masih banyak yang berkeliaran bahkan berkibar dengan partainya masing-masing sekaligus bisnisnya yang masih dan terus menggurita. 2. Pelaksaaan amandemen UUD 1945, setelah empat kali mengalami amandemen (kalau tidak salah Ketua MPR-nya Dr. M. Amien Rais), nyatanya UUD 1945 (versi reformasi) malah mengarah dan berkiblat kepada kepentingan Aseng dan asing, sejurus kemudian memunggungi kepentingan rakyat sendiri. Apa buktinya? Menguatnya oligarki dan cukong-cukong yang mengangkangi UUD 1945 untuk kepentingan pribadi dan kelomopoknya. 3. Penghapusan dwi fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) masih samar hasilnya, bahkan sekarang mau dikembalikan lagi melalui revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Apa buktinya? Sederet nama-nama jenderal purnawirawan TNI era Orba justeru makin berkibar dengan partai dan bisnisnya. Di sisi lain, terjadi “persaingan” institusi Polri dan TNI yang negatif dan subyektif. 4. Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya, pada tataran teknis memang terwujud apa yang diinginkan tentang desentralisasi dan mengamputasi kekuasan yang terpusat (sentralisasi). Namun, pada praksisnya, malah hanya menciptakan raja-raja kecil baru yang tak kalah ganasnya dengan pemerintah pusat terhadap uang! Apa buktinya? Puluhan bahkan ratusan kepala daerah ramai-ramai masuk jeruji besi akibat KKN. 5. Penegakkan supremasi hukum, sungguh memilukan dan menjijikan! Apa pasal? Pasalnya, tata hukum/peradilan kita betul-betul telah tercoreng-moreng bahkan dapat meruntuhkan sistem peradilan dan keadilan di Indonesia. Bagaimana tidak, Mahkamah Agung (MA) sebagai benteng tertinggi dan terakhir dari sistem hukum dan tata peradilan kita, juga tidak luput dan terjerat kasus KKN! Sedangkan Mahkamah Konstitusi (MK) jadi bahan kangkangan “Sang Paman”. 6. Pemerintahan yang bersih dari KKN, tuntutan reformasi yang terakhir ini sungguh jauh panggang dari api. Sekali lagi, apa buktinya? Hampir tak satu pun lembaga-lembaga kenegaraan kita yang bersih dari KKN, mulai dari lembaga eksekutif, legislatif sampai yudikatif, bahkan makin kotor dan bau busuk! Tiga kelembagaan negara ini sampai saat ini sulit sekali melepaskan jerat KKN pada dirinya sendiri. Persis pernyataan Karl Mark dalam tulisannya, On The State Question, negara pada giliannya bagai ular yang memangsa pawangnya sendiri.

Pertanyaannya kemudian, kemana para mantan Aktifis 98’ yang dulu gagah berani (heroik) dan teriak lantang tentang moral? Kalian kemaja aja sih? Padahal, tak sedikit dari mereka yang masuk dalam “lingkar kekuasaan” baik di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, terutama di eksekutif dan legislatif yang seharusnya dapat berbuat banyak demi kemaslahatan rakyat dan tentunya teman seperjuangannya dulu yang gugur tewas tertembak timah panas apparat di dada dan kepala mereka, dan keluarganya belum mendapatkan keadilan dari negara, dari mereka, dari kalian! Pertanyaannya lagi, masa tega amat sih menari di atas penderitaan dan luka sahabat juangmu sendiri?

Tanpa disadari kalau perilaku elit politik Orba telah mengimbas dan memvirusi para aktifis muda yang dulu (katanya) ”berjuang” atau “pejuang” reformasi 98’. Meksi sesungguhnya tidak ada yang salah dengan masuknya mereka ke dalam ”lingkar kekuasaan.” Akan tetapi, apakah setelah masuk ke dalam kekuasaan mereka tetap komitmen dan konsisten dengan suara rakyat miskin? Masih komitmen dan konsistenkah dengan 6 (enam) tuntutan atau agenda reformasi yang mereka buat sendiri? Bagaimana dengan darah sahabat juang mereka sendiri yang tertumpah dan gugur dalam medan “juang” reformasi 98’? Apakah semangat mereka membela kaum susah masih sama seperti dulu ketika mereka masih menjadi seorang aktifis? Atau jangan-jangan mereka sudah bertransformasi menjadi Orba-Orba baru dan aktifis mutan? Pertanyaan inilah yang harus mendapatkan jawaban. Sebab, selama ini kita merasa sepi akan suara para mantan aktifis muda itu membela rakyatnya yang kini sedang dilanda kesulitan dan penderitaan yang teramat pedih. Kita sudah tidak mendengar lagi suara lantang mereka membela kaum yang tertindas! Atifis 98’, kalian kemana aja?

Penulis adalah Intelektual Muda Ahlussunnah Waljama’ah (ASWAJA),
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB),
Founder Indonesia Young Leaders Forum;
Inisiator Yayasan Kedai Ide Pancasila
(menulis banyak buku dan artikel)

Disclaimer: (makalah ini merupakan pendapat peribadi, orang lain dapat saja berpendapat be rbeda).

Most Popular

Babenya adalah baca berita nya dari beragam situs berita populer; akses cepat, ringan dan hemat kuota internet.

Portal Terpercaya.

Copyright © 2016 BaBenya.com.

To Top